Penggunaan bahan bakar yang tepat dan sesuai standar sangat penting untuk menjaga performa mesin dan mencegah masalah teknis. Salah satu bahan bakar yang sering digunakan adalah ASTM D975 No. 2, yang termasuk dalam kategori Light Diesel Oil. Artikel ini akan membahas berbagai aspek penting terkait bahan bakar ini.
Apa Itu ASTM D975 No. 2?
ASTM D975 adalah standar bahan bakar diesel yang dikeluarkan oleh American Society for Testing and Materials (ASTM). Organisasi ini menetapkan metode pengujian, spesifikasi, dan prosedur untuk memastikan kualitas bahan bakar.
Kode D975 memiliki makna berikut:
- D = Diesel Fuel.
- 975 = Metode pengujian laboratorium untuk bahan bakar ini.
- No. 2 = Tipe bahan bakar diesel yang dirancang untuk digunakan di wilayah tropis dengan suhu berkisar antara -10°C hingga 50°C.
Berbeda dengan tipe No. 1, bahan bakar ini tidak memerlukan penambahan zat anti-freeze karena titik beku alaminya sudah cukup rendah untuk aplikasi di suhu tersebut.
Kenapa Tidak Menggunakan ASTM D975 No. 1?
Bahan bakar No. 1 sering digunakan di daerah dingin dengan suhu mencapai -30°C hingga -20°C. Untuk memenuhi kebutuhan ini, biasanya ditambahkan anti-freeze (zat tambahan) yang membantu menurunkan titik beku bahan bakar. Tanpa zat ini, bahan bakar bisa membeku dan mengganggu aliran ke mesin. Namun, untuk daerah tropis seperti Indonesia, ASTM D975 No. 2 sudah mencukupi tanpa tambahan anti-freeze.
Pengaruh Anti-Freeze pada Bahan Bakar Diesel
Penambahan anti-freeze dirancang untuk mencegah pembekuan bahan bakar di suhu ekstrem. Namun, ada beberapa efek samping yang perlu diperhatikan:
- Volatilitas meningkat: Ketika bahan bakar mencair setelah membeku, volumenya dapat bertambah, dan hal ini bisa memicu kerusakan pada tangki bahan bakar.
- Kinerja heater: Jika kendaraan dilengkapi dengan pemanas bahan bakar (heater), proses pencairan membutuhkan waktu, sehingga dapat memengaruhi performa mesin.
Oleh karena itu, penting untuk menggunakan bahan bakar yang sesuai dengan kondisi suhu di wilayah Anda.
Bagaimana Proses Pemisahan Fuel untuk Kerosene dan Gas Oil?
Proses pemisahan bahan bakar diesel dari kerosene atau minyak tanah dilakukan melalui distilasi (penyulingan). Dalam proses ini, minyak mentah dipanaskan hingga suhu tertentu sehingga komponen bahan bakar dapat dipisahkan berdasarkan titik didihnya.
Minyak mentah dipecah menjadi beberapa fraksi, seperti:
- Kerosene (minyak tanah): Fraksi dengan titik didih lebih rendah.
- Gas Oil (diesel): Fraksi dengan titik didih lebih tinggi.
Produk hasil distilasi ini kemudian disempurnakan menjadi bahan bakar siap pakai.
Bagaimana Proses Distilasi Bekerja?
Minyak mentah dipanaskan di boiler hingga suhu tinggi (hingga 600°C). Uap yang dihasilkan kemudian diarahkan ke kolom distilasi. Pada kolom ini, terjadi proses pemisahan berdasarkan titik didih. Komponen dengan titik didih lebih rendah menguap lebih cepat dan terkondensasi di bagian atas kolom, sedangkan komponen dengan titik didih lebih tinggi terkondensasi di bagian bawah.
Urutan Hasil Distilasi
Gas (20°C):
Produk berupa gas ringan seperti propana dan butana digunakan sebagai bahan bakar LPG atau bahan baku industri kimia.Naptha (40°C):
Digunakan dalam proses reforming untuk menghasilkan bensin atau sebagai bahan baku petrokimia.Gasoline (70°C):
Produk ini dikenal sebagai bensin, digunakan untuk kendaraan bermotor.Kerosene (120°C):
Fraksi ini digunakan sebagai bahan bakar pesawat terbang (aviation fuel) dan lampu minyak.Gas Oil/Diesel (240°C):
Produk ini adalah diesel atau solar yang digunakan untuk kendaraan bermesin diesel dan generator.Heavy Gas Oil (350°C):
Digunakan dalam proses cracking untuk menghasilkan bahan bakar yang lebih ringan atau sebagai bahan pelumas.Residual Oil (600°C):
Komponen paling berat ini digunakan untuk bahan bakar kapal, pembuatan aspal, atau diolah lebih lanjut di coking unit.Bahan bakar diesel (solar) adalah komponen penting dalam operasional mesin diesel. Namun, pemahaman yang benar mengenai penggunaan dan perawatannya sangat diperlukan untuk memastikan performa mesin yang optimal dan umur pakai komponen yang panjang. Artikel ini akan membahas efek pencampuran solar dengan kerosene, komponen yang dilumasi bahan bakar diesel, kemampuan filtrasi, serta kriteria penting dalam memilih bahan bakar.Apa yang Terjadi Jika Diesel Dicampur dengan Kerosene?
Mencampurkan diesel fuel (solar) dengan kerosene (minyak tanah) bisa membawa risiko yang serius. Diesel memiliki sifat pelumasan yang sangat penting untuk melindungi komponen mesin. Sementara kerosene tidak memiliki kemampuan pelumasan yang memadai. Akibatnya:
- Pelumasan komponen mesin akan terganggu.
- Keausan berlebihan pada komponen fuel system, seperti plunger, nozzle, dan feed pump.
- Berisiko mengakibatkan kerusakan permanen pada mesin.
Oleh karena itu, pencampuran ini sangat tidak disarankan.
Komponen yang Dilumasi oleh Diesel Fuel
Beberapa komponen dalam sistem bahan bakar yang sangat bergantung pada pelumasan oleh diesel fuel adalah:
- Plunger FIP (Fuel Injection Pump) dengan housing.
- Feed pump.
- Nozzle di dalam sistem injeksi. Bagian ini memiliki clearance (celah) yang sangat kecil, sehingga memerlukan pelumasan yang optimal.
Clearance terkecil pada nozzle adalah kurang dari 2 mikron, sehingga kualitas bahan bakar menjadi faktor yang sangat penting.
Kemampuan Penyaringan Fuel Filter
Sistem filtrasi bahan bakar sangat penting untuk menjaga kebersihan bahan bakar yang masuk ke mesin. Berikut adalah kemampuan penyaringan dari berbagai jenis filter:
Pre-filter fuel system:
Menyaring partikel hingga ukuran 10 mikron.High-Efficiency Fuel Filter:
Menyaring partikel hingga ukuran 2 mikron, memberikan perlindungan lebih baik terhadap sistem injeksi bahan bakar.
Penggunaan filter berkualitas tinggi seperti Komatsu Genuine Filters sangat dianjurkan untuk memaksimalkan performa dan umur pakai sistem injeksi bahan bakar.
Kriteria Memilih Fuel yang Tepat
Berikut adalah beberapa kriteria yang perlu diperhatikan saat memilih bahan bakar diesel:
- Specific Gravity: Mengukur berat jenis bahan bakar.
- Viscosity & Density: Mempengaruhi sifat pelumasan bahan bakar.
- Distillation: Menentukan fraksi yang tepat dari bahan bakar.
- Final Boiling Point: Mengindikasikan efisiensi pembakaran.
- Flash Point: Menentukan keamanan dalam penyimpanan.
- Dew Point: Mengukur tingkat kelembapan.
- Pour Point: Menentukan kemampuan bahan bakar di suhu rendah.
- Carbon Residue: Mengindikasikan jumlah karbon sisa pembakaran.
- Cetane Number: Mempengaruhi performa pembakaran.
- Ash Content (Kandungan Abu): Menunjukkan tingkat kekotoran.
- Water Content (Kandungan Air): Mengindikasikan risiko korosi.
Komentar
Posting Komentar